Manfaatkan Waktu Luang Anda Dengan Bisnis Iklan Melalui Google - Search Engine Terbesar Dunia-Gratis Untuk Publisher Anda Dapat Menjadi Publisher Hari ini

 
Go to Google Home   
 

Jumat, November 09, 2007

NILAI SEBAGAI SUMBER MOTIVASI


Bagi guru, khususnya guru mata pelajaran yang memerlukan penalaran tinggi, nilai selalu menjadi masalah yang tak pernah terselesaikan. Nilai selalu menjadi sumber tarik ulur antara keinginan hati dan tuntutan sistem, khususnya tiap akhir semester atau akhir tahun pelajaran. Di satu sisi sistem menuntut guru untuk memberi nilai siswa sesuai standar minimal yang telah ditetapkan (meski harus melakukan ulangan perbaikan berulang-ulang), di sisi lain dalam setiap ulangan siswa tak pernah mendapat nilai di atas atau sama dengan standar minimal, sehingga hati ingin menetapkan nilai sesuai hasil tersebut.
Berbagai sikap atas kenyataan di atas, antara lain sikap bersikeras guru untuk tetap menilai apa adanya, atau ada yang menyerah pada sistem dengan berat hati dari pada harus mengadakan ulangan perbaikan berulang-ulang, dan ada pula yang mengintrospeksi diri terhadap cara mengajar yang telah dilakukan termasuk cara mengevaluasi hasil belajar siswa.
Terlepas dari hal-hal di atas, pada kenyataannya dalam setiap kegiatan pembelajaran yang diakhiri dengan ulangan atau evaluasi, siswa akan merasa senang dan bangga bila mendapat nilai bagus atau setidaknya cukup. Dengan nilai itu ia merasa bisa menguasai materi pelajaran itu tidak sulit untuk ditekuni. Pada keadaan jiwa seperti ini siswa termotivasi untuk lebih tekun mempelajari materi dengan harapan bahwa pada akhirnya nanti seluruh materi dalam pelajaran itu akan terkuasai dan itu berarti bahwa ada modal besar untuk bisa mengerjakan soal ulangan umum atau soal akhir ujian.
Kenyataan di atas didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Sardinian (1990) yang dikutip oleh Abdul Hadis dalam buku Psikologi dalam Pendidikan yang mengatakan bahwa ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah yaitu: (1) memberikan angka pada peserta didik, (2) memberikan hadiah, (3) menciptakan situasi kompetisi di kelas, (4) melibatkan ego peserta didik, (5) memberikan ulangan, (6) mengetahui hasil, (7) memberikan pujian, (8) memberikan hukuman, (9) menumbuhkan hasrat untuk belajar kepada peserta didik, (10) menumbuhkan minat dan (11) merumuskan tujuan belajar yang diakui dan diterima oleh anak.
Selaras dengan teori itu pemberian nilai terhadap siswa memenuhi kriteria sebagai berikut antara lain: memberi angka, memberi hadiah, mengetahui hasil, memberi pujian. Pada saat itu pula pemberian nilai merupakan motivasi ekstrinsik yang diterima oleh siswa tanpa disadari, sehingga menimbulkan motivasi intrinsik. Sebagaimana diketahui motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang mendorong untuk melakukan kegiatan belajar, sedangkan motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dan dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorong tindakan belajar.
Asumsi di atas tentu baik jika nilai yang diberikan oleh guru adalah nilai yang baik. Tetapi berbalikan dengan dengan kenyataan di atas, yakni apabila siswa berkali-kali mendapat nilai buruk maka sangat mungkin justru melemahkan motivasi untuk menekuni pelajaran tersebut. Pada dirinya tercipta image bahwa pelajaran itu sangat sulit baginya dan tak mungkin untuk dikuasai. Dalam keadaan perasaan jiwa yang diliputi ketakmungkinan untuk bisa menguasai pelajaran, kemudian pembelajaran atas pelajaran itu berlangsung terus menerus, maka dirinya seperti tersiksa oleh paksaan untuk harus tetap memperhatikan penyajian pelajaran yang tak disukai. Kondisi seperti ini jelas sangat tidak mendukung pembelajaran, bahkan semakin jauh dari hakikat pendidikan itu sendiri. Inilah yang oleh Freire (2002) dikatakan sebagai penjinakan (domestifikasi). Bagi Freire praktik pendidikan harus mengimplikasikan konsep tentang manusia menjadi subyek dari dirinya sendiri.
Fakta di atas sepantasnya menyadarkan kita para guru bahwa pemberian nilai ternyata amat berpengaruh pada motivasi siswa. Selama ini guru banyak mengeluh tentang nilai siswa.yang tidak pernah baik setiap kali memberi ulangan. Atau bahkan ada yang merasa bangga dengan tidak pernah baiknya nilai ulangan itu sebagai pertanda bahwa mata pelajarannya memang sulit dan dengan demikian dianggap bisa menambah wibawa guru di mata para siswa. Kesadaran akan pengaruh besar nilai terhadap motivasi siswa sepantasnya membuat guru memperhatikan kembali hal-hal berikut; petama ada kalanya perlu diciptakan suatu keadaan agar siswa mendapatkan nilai baik atau setidaknya cukup, dengan cara menurunkan tingkat kesulitan pada ulangan yang diberikan oleh guru. Bila ulangan itu soalnya berbentuk uraian, hargailah proses pemikirannya meski jawaban yang diperolehnya tidak sampai pada jawaban yang benar. Carilah alasan seteliti mungkin uuntuk memberi nilai terlalu jelek pada hasil ulangan siswa.
Kedua, kewibawaan guru sama sekali tidak muncul dan image sulitnya mata pelajaran bagi siswa . Bila pada kenyataannya siswa takut pada guru, maka itu bukan karena kewibawaan lalu menimbulkan rasa hormat dan penghargaan yang tinggi, tetapi lebih karena takut pada pelajarannya. Perasaan takut itu pula yang membuat pelajaran semakin tidak disenangi. Jika suatu pelajaran dapat diterima dengan mudah oleh siswa sehingga ulangan siswa semuanya bernilai baik, guru tidak perlu ragu untuk memberi nilai kepada seluruh siswa. Anggapan bahwa bila demikian berarti guru itu murah nilai dan selanjutnya akan mengurangi wibawa tidak selamanya benar. Setiap guru tentu menetapkan lebih dahulu standar kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa, sehingga sepanjang bobot ulangan sudah diperhitungkan dapat mencapai standar tersebut maka mengapa mesti dipersulit. Guru boleh saja menghendaki siswanya dapat mencapai nilai lebih dari sekedar standar minimal, tetapi tentu bila kondisi siswa memungkinkan. Jika tidak maka keadaan itu tidak perlu dipaksakan.
Uraian di atas tentu tidak perlu diartikan bahwa guru harus memberi nilai baik kepada siswa. Tetapi yang ingin ditekankan adalah bahwa pada kenyataannya nilai baik dapat memunculkan motivasi bagi siswa untuk lebih tekun balajar dan nilai jelek yang berulang-ulang dapat mematikan minat terhadap mata pelajaran.
Sumber : Warta Guru September 2007
Penulis: Widodo BM (Guru SMP N 1 Sedayu Bantul