Manfaatkan Waktu Luang Anda Dengan Bisnis Iklan Melalui Google - Search Engine Terbesar Dunia-Gratis Untuk Publisher Anda Dapat Menjadi Publisher Hari ini

 
Go to Google Home   
 

Sabtu, Januari 05, 2008

Ratusan Ribu Guru Mentok di IV A


BANDUNG, (PR).-
Sedikitnya 342 ribu dari 2,7 juta guru di Indonesia gagal menembus golongan kepangkatan IV B karena mengalami kesulitan dalam membuat karya tulis ilmiah.

Para guru itu terpaksa memperpanjang waktu untuk menghuni golongan kepangkatan IV A-nya hingga bertahun-tahun.
Hal itu diungkapkan Direktur Pembinaan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas, Sumarna Surapranata, dalam Rapat Koordinasi PMPTK se-Indonesia di Gedung Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kerja (P4TK) IPA, Jln. Diponegoro, Bandung, Senin (26/2).
“Saat ini Indonesia memiliki 344 ribu guru yang memiliki golongan kepangkatan di atas IV A. Namun, dari jumlah tersebut, baru 2.200 guru yang bisa naik ke golongan IV B ke atas. Sisanya, menumpuk di golongan IV A karena mentok akibat tidak mampu membuat karya tulis ilmiah,” katanya.
Untuk menembus golongan kepangkatan IV B, seorang guru bergolongan IV A harus memiliki angka kredit tertentu. Angka tersebut diperoleh dari penulisan karya tulis ilmiah berupa penelitian, karangan ilmiah, tulisan ilmiah populer, buku, diktat, dan terjemahan.
“Selama ini sudah banyak guru golongan IV A yang melaporkan karya tulis ilmiahnya ke Biro Kepegawaian Depdiknas. Namun, karena dinilai tidak memenuhi syarat, usulan angka kredit tersebut ditolak,” katanya.
Sumarna menilai, penolakan tersebut kemungkinan tidak semata-mata karena minimnya kemampuan guru dalam membuat karya tulis. “Yang saya khawatirkan, guru bukannya tidak mampu, tapi dibuat tidak mampu dengan berbagai macam aturan pembuatan karya tulis yang sebelumnya tidak dipublikasikan,” ujarnya.
Bahkan, menurut dia, persepsi ini telah menyebar luas di kalangan guru. Akibatnya, banyak guru yang memilih apatis untuk mengurus kenaikan pangkatnya. Mereka menganggap, penolakan kenaikan pangkat tersebut terjadi karena kesengajaan, terkait pembatasan jatah jumlah golongan IV B ke atas. Bahkan, ada juga yang menilai adanya unsur “kerja sama” antara pejabat penilai dan guru yang lolos.
“Padahal yang terjadi, karya guru memang belum memenuhi kriteria kegiatan pengembangan profesi yang disusun Biro Kepegawaian Depdiknas. Sayangnya, kriteria tersebut terlalu tinggi untuk ukuran sebuah laporan karya tulis ilmiah, sehingga menghambat kenaikan pangkat guru,” ujarnya.
Karena itu, ia berharap, agar kriteria pembuatan karya tulis ilmiah untuk syarat kenaikan pangkat kembali ditinjau ulang. Terlebih, menurut dia, persyaratan isi yang harus bermanfaat untuk peningkatan dunia pendidikan masih samar. “Kriteria harus dibuat sejelas mungkin dan disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat agar tidak terjadi kesimpangsiuran,” ujarnya.
Pada periode 2007-2009 ini Diknas berencana menambah jumlah guru bergolongan IV B dari 2.200 menjadi 4.000 orang. Diknas telah menyiapkan anggaran Rp 2,5 juta sampai Rp 5 juta untuk setiap penelitian ilmiah yang akan digunakan sebagai syarat kenaikan pangkat. “Dana tersebut bisa diminta ke pemerintah provinsi,” ujarnya.
Membenarkan
Banyaknya penolakan usulan angka kredit tersebut diakui Kepala Sekolah SDN Banjarsari V, Suparman. Menurut pria yang telah tujuh tahun menghuni golongan kepangkatan IV A itu, masalah pembuatan karya tulis memang menjadi penyebab utama gagalnya guru menembus golongan IV B.
“Teman-teman saya juga banyak yang telah lama berada di golongan IV A. Itu terjadi karena umumnya mereka kesulitan membuat karya tulis ilmiah. Hal itu terjadi karena banyak di antara mereka yang tidak memiliki pengetahuan tentang cara dan kriteria pembuatan karya ilmiah yang baik,” katanya, ditemui di Gedung SDN Banjarsari V, Jln. Merdeka, Bandung, Selasa (27/2).
Akhirnya, lanjut dia, tidak sedikit karya ilmiah guru yang ditolak karena isinya tidak memenuhi syarat. “Tak jarang guru mengambil jalan pintas dengan menyadur atau menulis ulang karya ilmiah orang lain. Namun, karena berhasil terdeteksi oleh tim penilai, mereka pun kembali dinyatakan gagal,” ujar kepala sekolah yang tiga tahun lagi akan memasuki masa pensiun itu.
Selain terkendala pembuatan karya tulis, kata Suparman, masih banyak faktor lain yang menghambat kenaikan pangkat. “Saya sendiri sudah tujuh tahun di golongan IV A karena terjadi kesalahan dalam penulisan nama pada SK PNS saya. Nama dalam SK pengangkatan tersebut tidak sesuai dengan nama pada ijazah terakhir. Saat ini, kesalahan itu sedang diurus. Mudah-mudahan secepatnya bisa selesai, sebelum saya pensiun,” ujar Suparman. (A-150)***